Suatu ketika, aku mendengar seorang sahabat berkata kasar dan
menghujat Presiden Indonesia (Jokowi) dengan kata-kata yang jauh dibawah
taraf kesopanan, dan dia berulang-ulang mengatakan harusnya Prabowo
yang menjadi Presiden... Hingga akhirnya aku menyela ditengah-tengah
penghinaannya.
Aku : Bisakah kamu hentikan itu? Penghujatanmu sama sekali tak membantu.
Kawan : Aku sangat kesal, kawan. Lihatlah betapa bobroknya Indonesia
sekarang. Lihatlah betapa mahalnya harga sekarang. Lihatlah betapa
banyaknya milik kita yang terjual sekarang. Dan para Jokower fanatik itu
dengan sangat bodohnya tetap mempertahankan pendapatnya meski telah
terpaparkan di depan mereka keburukan idola mereka.
Aku : Boleh aku bertanya, Apa menurutmu jika Prabowo presidennya maka Indonesia pasti lebih baik.
Kawan : Aku percaya itu kawan.
Aku : Apakah Prabowo pernah menjadi presiden? Dan apakah selama pemerintahannya itu, Indonesia mencapai kejayaannya?
Kawan : Belum...
Aku : Kalau begitu, apa bedanya kamu dengan Jokower itu? Apa bedanya kamu dengan orang-orang yang kamu sebut fanatik itu?
Kawan : Tunggu dulu kawan, bukankah kamu dulunya memilih Prabowo?
Aku : Yaa, dengan sangat jujur aku katakan Yaa... Tapi aku tidak pernah
berpikiran dia akan menjadi presiden terbaik, dan aku tidak akan pernah
menjadi fanatik. Jokowi telah terpilih, dan dia adalah pemimpinku dan
pemimpinmu. Jika kamu orang beragama, maka kamu pasti tahu betul betapa
wajibnya mengikuti hasil putusan yang memenangkan orang yang tak kamu
pilih.
Kawan : Apa kamu tidak mencintai negara ini.
Aku :
Aku mencintai negara ini siapapun presidennya. Bahkan meski presidennya
adalah orang paling baik di Indonesia, negara takkan bisa berubah. Kamu
tahu kenapa?
Kawan : (Berpikir sejenak) Tidak kawan.
Aku : KARENA ORANG BAIK MASIH DIBAYAR MURAH...
Kawan : Aku tidak mengerti.
Aku : Guru mendidik dengan hati, namun mereka dibayar murah dibanding
artis sinetron yang merusak moral mereka. Pemuka agama mengingatkan
kebaikkan hidup, namun mereka dibayar murah dibanding penyanyi dangdut
koplo. Motivator mengajarkan tentang kesuksesan dibalik penderitaan,
namun mereka dibayar murah dibanding pejabat yang mencari jabatan dengan
jalan mudah... Dan tahu yang terburuk? Bahwa 'KATANYA', semua rakyat
membenci korupsi, tapi banyak diantara kita membiarkan anak-anak melihat
kunci jawaban Ujian Nasional.
Kawan : AstaghfiruLLAH... Kamu
benar sekali kawan. Negara ini rusak, bukan hanya tentang pemimpinnya,
tapi juga tentang kita yang Membayar Murah dan Menganggap Rendah
Kebaikan. Bahwa kita, yang mengajarkan keburukan pada anak-anak... Andai
kita punya solusinya.
Aku : Ada, dan sederhana. Mungkin zaman
ini telah rusak, mungkin era ini telah kehilangan kendali. Tapi aku
punya harapan pada mereka, pada anak-anak yang dua puluh tahun nanti
akan memegang negara ini. Tugasmu, tugasku, dan semua orang tua saat ini
hanyalah menjaga mereka dari kemunafikan. Dan tanggung jawab semua
orang baik disini, untuk tidak membiarkan Para Pembejat-Pembejat Bangsa
mewariskan Kebejatannya. Saat ini, hanya itu harapanku, kawan...
insyaaALLAH, dua puluh tahun nanti, kamu, aku, dan seluruh rakyat ini
akan tersenyum dan bersulang melihat bangsa ini...
With All of My Respect, RH ArKim
Follow @rharkim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar