Suatu ketika, di dalam bus TK yang berisi beberapa anak yang akan diantarkan pulang.
"Papaku kemarin pulang dari Singapur loh." Sati mengangkat tangan kanannya dan memamerkan gelang hijau dengan beberapa hiasan permata plastik kepada teman-temannya. "Trus Ati dikasih gelang ini sama papa. Bagus kan?"
"Waaah. Lucuuu!" Sahut Riane yang duduk disebelah kiri Sati sambil mengelus gelang milik Sati itu dengan perasaan kagum.
"Sayangnya, papa harus balik lagi ke Singapur nanti malam. Gak tau kapan pulangnya."
"Tapi papamu hebat loh." Timpal Tika di depannya yang menoleh kebelakang. "Kerjanya diluar negeri. Wuiiis..."
"Ayah Ane juga hebat." Riane tidak mau kalah. "Ayah kerjanya di Bank. Tiap hari pake dasi. Keren deh. Sekali dua bulan ayah ngajak Bunda sama Ane ke pantai."
"Kok cuma sekali dua bulan?" Tanya Sati.
"Abisnya ayah sibuk sih. Kadang-kadang hari minggu kerja."
"Kalau papaku lain lagi." Tika memperbaiki posisi duduk dan menghadap kebelakang sepenuhnya. "Papaku pejabat. Temannya polisi loh. Hampir tiap hari ada teman papa yang polisi datang ke rumah trus ngobrol-ngobrol sama mama nanyain kerjaan papa. Kadang papa muncul di TV main borgol-borgolan sama teman-temannya."
"Mau dooong muncul di TV." Hampir serentak Sati dan Riane berkata.
"Iya doong." Tika semakin bangga. "Tapi kasihan si Ira."
Ira yang duduk disebelah kiri Tika sedikit terkejut saat namanya dbawa-bawa. "Memangnya kenapa dengan Ira? Kok kasihan?" Tanyanya.
"Abisnya ayah Ira cuma peternak sih." Jawab Tika. "Gak sekeren orang tua kita-kita."
Ira hanya tersenyum.
"Pasti pulangnya bau." Kata Riane.
"Trus gak pernah dibeliin oleh-oleh dari luar negeri. Ya kan?" Sati ikut menimpali.
Sekali lagi, Ira hanya tersenyum. Dan dia terus ersenyum meski teman-temannya masih membicarakan tentang ayahnya yang seorang peternak. Hingga bus yang ditumpanginya berhenti di sebuah peternakan tempat ayahnya bekerja.
Ira turun dari bus dan melambaikan tangan pada teman-temannya. Setelah bus menjauh, dia berbalik dan berjalan cepat ke kantor kecil yang agak kumuh di sebelah pintu masuk peternakan.
"Loh loh loh loh. Anak ayah udah pulang toh?" Sambut ayahnya yang sedang sibuk menulis diatas buku tebal panjang. Ayahnya bangkit dan langsung menggendong Ira. Kumisnya yang agak lebat dan mendarat dipipinya membuatnya tertawa cekikikan.
"Duduk dulu ya sayang. Ayah mau nulis dulu bentar." Sang ayah mendudukkannya ke atas kursi empuk tepat didepan mejanya.
"Permisi, pak." Seseorang mengetuk pintu yang terbuka dan langsung masuk tepat seteah ayahnya duduk kembali. "Ini laporan penjualan kita hari ini." Katanya sambil menunjukkan selembar kertas HVS.
"Bacakan saja, Jo!" Perintah ayahnya.
"Yang terjual hari ini tiga belas kambing, dua sapi, 127 ekor ayam, 692 telur ayam, dan 308 telur bebek."
"Hmm. Agak berkurang ya dibanding kemarin."
"Benar pak. Tapi beberapa langganan kita akan datang sore ini untuk membahas kerjasama. Sekitar jam empat. Mungkin akan ada pembelian."
"Baik. Kamu boleh kembali."
Pria yang bernama Jo itu keluar dari ruangan setelah mengangguk hormat dan menepuk pelan kepala Ira.
"Sayang mau makan apa? Ayah beliin ya." Tanya ayahnya.
"Nanti saja, yah. Di rumah." Jawab Ira. "O iya, yah. Minggu jadi kan kita liburan ke Malaysia?"
"Jadi dooong. InsyaaALLAH jadi."
"Terus minggu depannya ke Raja Ampat kan?"
"Hahaha, iya iya sayaaang. Kan tiap minggu kita jalan-jalan sekeluarga."
Ira kembali tersenyum, tapi kali ini lebih lebar dibanding tadi.
Ayahnya menjadi sedikit heran melihatnya yang tersenyum penuh arti. "Ira kenapa? Kok dari tadi senyum-senyum aja? Ada yang dirahasiain ya?" Selidik ayahnya.
"Gak kok, yah." Ira turun dari kursi dan berlari kecil ke pangkuan ayahnya. "Ira senang banget sama ayah. Tapi juga kasihan sama teman-teman."
__ RH Arkim __